Pancaran yang Tak Sama

DIKSI KLISE

Puisi yang tak pernah ditulis, hanya digoreskan.

    Jika ditanyakan berapa umurku(?), jawabannya aku bingung. Ya, banyak cerita yang tak ingin ku kenang tentang ulang tahunku atau lebih tepatnya memang tidak ada cerita. Semuda lebih muda dari sekarang aku masih tak peduli. Namun kali ini aku benar-benar merasa sendiri. Kali ini dengarkan aku;

 

Pancaran yang Tak Sama

Kontemplasi pada sunyi

menengadah pada langit menjelang pagi

Berhiaskan bintang,

Setelah sekian purnama tanpa hiasan

Setelah sekian purnama diksi kusisihkan

Bintang, meski sinarmu sedikit kaku

Tidak seperti dulu

Dimana pancaranmu setara senyum sang kekasih

Bintang, aku tak pernah bosan dengan semesta

Aku selalu menikmati.

sebelum semesta kecil mengerti

Aku menjadi lelah

Tersesatlah aku pada jalan bertanda bahaya

 Semakin inginku berhenti

Waktu menghapus langkahku dari arah pulang

Kali ini aku tidak lagi menikmati semestaku

Aku asing pada kata pulang

pada perjalanan tanpa arah

Tuhan, pancarkan bintang petunjuk arah

Untuk aku keluar dari kesunyian

Untuk warnaku menjadi hidup

Beri aku makna lain tentang pulang.

                     

 

    Terkadang aku juga berharap akan ada seseorang yang akan mengantarku pulang. Bukan berbicara tentang tempat tinggal, jika diizinkan pundaknya saja sudah menjadi tempat tinggal. Namun bagaimana ia memberi arti untuk berdamai dan mengobati kesunyian. Aku yakin aku tak selamanya seperti ini. Hanya saja aku masih kehilangan akal, tak mengerti harus bagaimana.

    Untuk kalian yang sedang merasakan hal yang sama, aku tidak bisa menyemangati kalian. Ya, karena akupun tak ada semangat untuk apapun. Meski begitu jangan pernah lupakan ketaatanmu pada Tuhanmu. Hanya itu yang kita punya saat ini.


Mikrokosmos Afeksi

Blog ini berisi tatanan diksi yang bisa saja terdengar klise namun murni tercipta atas perasaan dan pikiran, serta menyajikan informasi umum yang dikembangkan oleh perspektif sang penulis.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama